Rapai geleng warisan budaya bangsa.

Rapai-geleng-warisan-budaya-bangsa.

Tari Rapai Geleng adalah salah satu tari tradisional dalam masyarakat Aceh yang cukup popular di kalangan masyarakat Aceh pesisir. Sebagai sebuah karya seni dari masyarakat yang sangat dekat dan lekat dengan nilai-nilai keislaman,

tari Rapai Geleng juga memiliki dimensi keterpengaruhan dengan nilai-nilai keislaman yang dianut oleh masyarakat. Hal kioini terefleksi dalam koreografi, pementasan, dan paling dominan dalam syair-syair yang dinyanyikan mengiringi gerak tari tersebut.

Rapai geleng warisan budaya bangsa.

rapai geleng ditengarai berasal dari tradisi dalail khairat yang berkembang dalam masyarakat Muslim di berbagai belahan dunia. Sisi lainnya, dari syair yang dinyayikan mengiringi gerak tari, juga sarat dengan pesan-pesan yang diinspirasi dari nilai-nilai agama,

dalam bentuk nasehat terkait aspek ketauhidan, ibadah, semangat untuk menuntut ilmu, dan anjuran pada nilai-nilai kebaikan.Dalam sejarah hidup manusia, terutama di kalangan masyarakat yang masih kuat dengan nilai-nilai keagamaan seperti Aceh,

$ads={1}Agama hampir selalu menginspirasi dan mempengaruhi aspek sosial dan budaya masyarakat, termasuk kesenian. Walaupun ada kontentasi, tapi apresiasi Islam terhadap seni juga terlihat cukup kentara. Sejarah dakwah Islam, sejak masa rasul hingga saat ini,

sangat berhubungan erat dengan seni, demikian juga sejarah dakwah Islam di nusantara yang menjadikan seni sebagai salah satu medium penyampaian informasi atau pesan dakwah. Apresiasi seni merupakan wacana alternatif untuk mendidik akal budi, yang mendorong dinamika dan keterlibatan masyarakat dalam interaksi budaya.

Sebagai bagian dari nusantara, hal serupa juga terjadi dalam masyarakat Aceh yang menjadikan seni sebagai sarana penyampaian pesan dakwah. Hal ini dilakukan terutama sekali di masa-masa awal penyebaran ajaran Islam untuk memperkecil pengaruh Hindu yang sudah terlebih dahulu ada di Aceh.

Salah satu cara tersebut adalah dengan memasukkan nilai-nilai ajaran agama Islam ke dalam seni, terutama dalam syair seni suara dan tari. Bahkan beberapa kesenian yang muncul di Nusantara juga secara khusus terpegaruh dengan tradisi sufi yang berkembang saat itu. Di sisi lain,

seni merupakan perwujudan dari rasa keindahan pada umumnya, rasa keterharuan pada khususnya, serta kesejahteraan pikiran, sehingga ia menjadi sesuatu yang dapat disalurkan dan dapat dimiliki. Dalam kehidupan manusia sehari- hari, seni ini sangat diperlukan. Seni sangat identik dengan kepuasan, keindahan yang dirasakan batin,

sehingga hampir setiap aktivitas yang dilakukan manusia memerlukan seni untuk melahirkan suatu nilai kerja yang memuaskan. Secara umum dapat dikatakan, seni itu juga memperlihatkan hasil kerja seorang individu dalam beraktivitas.

seni adalah semua yang menimbulkan rencana keindahan atau rasa keharuan dan semua yang diciptakan untuk melahirkan kesenangan. Di dalam Islam aspek seni maupun kesenian sama sekali tidak ditolak, bahkan tidak ada dalil-dalil dan referensi yang mu’tabar yang menerangkan bahwa seni tidak dapat diterima, sebaliknya.

Islam membolehkan kesenian (sejauh tidak bertentangan dengan prinsip dan ajaran-ajaran agama). Kesenian yang identik dengan keindahan mendapat tempat dalam ajaran Islam. Islam itu indah dan menyukai kepada keindahan, dalam sebuah hadist disebutkan bahwa sesungguhnya Allha SWT indah dan menyukai keindahan.

Sejarah panjang masyarakat Aceh juga menunjukkan bahwa seni adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari masyarakat, dan perkembangan seni di Aceh mempunyai pasang surut. Hal ini dikarenakan terkadang seni memiliki keterkaitan dengan kondisi sosial politik.

Kondisi masyarakat Aceh yang sering dilanda perang, dan juga konflik politik, ikut mempengaruhi expresi seni. Artinya senipun ikut dalam hal tertentu mendapat inspirasi dari sebuah kondisi sosial politik dari masyarakat yang melingkupinya.

Hal ini tergambar dalam beberapa tari dan nyanyian yang merefleksikan ini dalam berbagai ragam karya. Namun tetap di sisi lain, pesan-pesan agama juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan, dan hampir selalu muncul dalam lagu-lagu atau syair-syair yang diciptakan.

Seni dalam masyarakat berjalan seiring dengan perkembangan kebudayaan dan peradaban masyarakat Aceh itu sendiri. Selama ini seni, terutama musik dan tari lebih sering diapreasiasi dari keindahan dan hiburan, tidak dalam hal pemahaman makna simbolis,

atau aspek isi dari syair, maupun pakaian dan aturan-aturan yang berlaku umum dalam pementasan. Dalam tulisan ini, penulis lebih fokus pada upaya untuk mengkaji makna yang terkandung dari aspek-aspek keterpengaruhannya dengan nilai-nilai Islam.

Sebagai salah satu tari yang relative popular di hampir semua kelompok dan kelas sosial masyarakat, Rapai Geleng lebih dininkmati sebagai bagian dari hiburan saja, dan tidak difokuskan pada aspek edukasi dan dakwah yang terkandung di dalamnya.

Bagaimana bentuk refleksi dari nilai keislaman tersebut, terutama dalam syair-syair dengan menganalisa syair-syair yang sering dinyanyikan dalam pementasa rapai geleng. mengingat masyarakat Aceh adalah masyarakat yang sangat dekat dengan nilai-nilai agama,

sehingga perlu diketahui sejauh mana pengejewantahan dari nila-nilai agama tersebut dalam seni tari seperti rapai geleng. Data dikumpulkan secara kualitatif melalui wawancara dan observasi yang kemudian dengan menggunakan model atau tahapan analisis data kualitatif.

Kajian ini untuk mengkaji dan mennganalisa symbol dan substansi keterpengauhan dari nilai-nilai agama yang ada dama tari Rapai Geleng,  sehingga seni akan dapat digunakan juga untuk media edukasi lewat pemahaman makna dari nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

NILAI-NILAI ISLAM DALAM SENI TARI RAPAI GELENG.

Tari Rapai Geleng yang dibahas di sini menggunakan alat tabuh tradisional yang dikenal dengan nama“rapai Alat musik rapai ini hampir sama dengan jenis alat musik lainnya yang sangat popular juga di masyarakat yang dikenal dengan nama rebana” yang biasanya dalam bentuk yang lebih kecil dari rapai

Namun, rapai sepertinya agak sedikit tebal dan suaranya lebih besar dan terdengar lebih menggema. Tari Rapai Geleng dimainkan secara berkelompok dengan kompisis jumlah yang genap, sekitar 12 orang untuk kelompok yang paling kecil, sedangkan untuk kelompok yang paling besar atau banyak, biasanya berjumlah antara 18 sampai 20 orang.

Unsur pelengkap dalam tarian ini adalah penyanyi atau vokalis yang berjumlah sebanyak dua orang yang berfungsi sebagai pengiring tari. Tari Rapai Geleng dimainkan oleh laki-laki saja dan penari yang ideal dalam tari ini adalah laki-laki yang memiliki postur tubuh yang kuat, terampil dan memiliki suara yang bagus.

Tari Rapai Geleng dilakukan dalam posisi duduk dengan kaki terlipat sehingga badan penari bertumpu di atas lipatan kaki dengan pola lantai berbanjar membentuk garis lurus dan duduk rapat bahu membahu. Penari utama disebut dengan syeh (Pemimpin Tari) yang berada di tengah, dan diapit dibagian kiri dan kanan oleh pembantu syeh yang disebut dengan apiet (pengapit), 

sedangkan penari duduk berbanjar mengapit ketiga tokoh tersebut. Penyanyi atau vokalis yang disebut dengan aneuk cahi mengambil tempat pada posisi sebelah kanan atau kiri para penari. Jika panampilan tari tersebut melakukan pertandingan, maka aneuk cahi (Anak Syeh) berada di belakang masing-masing kelompok.

Dalam tarian Rapai Geleng, gerakan badan dipadukan dengan suara dan gerakan tangan, kepala dan anggota tubuh lainnya. Nama Rapai berasal dari nama Ahmad Rifai yaitu nama seoran ulama sufi yang berasal dari Baghdad/Irak, sedangkan orang yang pertama sekali mengembangkannya atau membawanya kedaratan Aceh yaitu Syekh Abdul Kadir Al Jailani sekitar tahun 1088-1166 M.

Mulai dipertontonkan di Bandar Khalifah (Kampong Pandee) Kecamatan Mesjid Raya Aceh Besar, sehingga Rapai ini menjadi kesenian Rakyat yang membudaya di Aceh terutama daerah Aceh pesisir.

SEJARAH RAPAI GELENG.

Sejarah lahirnya Rapai Geleng ini tidak terungkap secara jelas sejak kapan persisnya muncul. Hasil penelusuran peneliti menunjukkan bahwa tari Rapai Geleng berawal dari tradisi yang ada dalam agama Islam, yaitu Dalail Khairat.

Dalail Khairat adalah suatu media memantapkan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Masayarakat melakukan Dalail Khairat pada malam-malam tertentu sesudah Shalat Isya, di meunasah-meunasah atau tempat-tempat pengajian, dengan duduk bersila berbanjar ataupun berlingkar.

Merekamengumandangkan pujian kebesaran Allah SWT serta selawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW dengan membaca kitab berzanji. Dari Dalail Khairat berkembang menjadi Ratib Geleng, dilihat dari segi fungsinya Ratib Geleng juga media pemantapan dan pengembangan agama Islam atau mengandung watak keagamaan.

Perkembangan berikutnya kemudian terjadi perpaduan yang senyawa antara dalail khairat dan diakhiri dengan rateb geleng sebagai penutup. Adanya tepukan tangan pada rateb geleng memberi kesan lain yang membuat gerak lebih mengena dan sekaligus mendukung gerak, sehingga untuk perkembangan selanjutnya tepukan tangan diganti rapai,

yakni alat musik yang merakyat yang dijumpai di Aceh. Pada bagian inilah, rapai sudah menjadi bagian dari penampilan, rateb geleng kemudian berubah menjadi wujud yang lain yaitu rapai geleng.

Dalam rapai geleng, unsur seni atau kesenian lebih diutamakan, dan gerak serempak menggeleng kepala kekanan, kekiri maupun anggukan yang dipadu dengan rapai yang bervariasi dalam keadaan sedang dan cepat irama lagu.

Syai-syair yang dinyangikan juga kemudian berkembang, bukan lagi yang terkait dengan agama semata, tetapi berkembang dan memiliki dimensi aspek sosial kemasyarakatan.

1. PERMAINAN RAPAI GELENG 

pada mulanya muncul sebagai rasa syukur atas keberhasilan panen padi disawah yang sangat lazim dalam masyarakat agraris, atau acara-acara syukuran lainnya, Dalam hal ini dimaknai sebagai wujud rasa syukur dan kegembiraan masyarakat terhapa suatu keadaan, kesuksesan, kegembiraan dan suka cita.

Sebagai ekspresi seni, rapai geleng dapat digolongkan sebagai kesenian yang sudah tua, akan tetapi sebagai seni yang murni apalagi sebagai cabang seni tari, diperkirakan tidak setua rapai dabus yang merupakan media dakwah pada awal perkembangannya dan sampai saat ini menjadi salah satu cabang seni yang telah membudaya di Aceh.

Perkembangannya juga bertransformasi dari ritual keagamaan menjadi terkombinasi dengan aspek musik dan kesenian. Berbeda dengan dalail khairat dan rateb geleng, rapai geleng tidak ditampilkan di langgar-langgar atau di tempat-tempat pegajian, ia telah beralih ke arena yang lain berupa panggung yang sengaja dibuat, dan menjadi bagian dari kesenian yang sesungguhnya.


2. SECARA UMUM TARI RAPAI GELENG MEMPUNYAI FUNGSI TERTENTU

a. Sebagai media dakwah islamiyah, yaitu tarian ini dimanfaatkan sebagai penyebaran dan ajaran Islam, karena di dalamnya mengandung unsur budaya Islam yang dapat dijadikan sebagai nasihat yang sangat berguna bagi masyarakat, terutama dapat dilihat pada pesan yang terdapat pada syairnya. Dalam hal ini, Aceh merupakan pusat atau wilayah yang pertama dan utama dalam hal penyebaran agama Islam di Nusantara.

Saat itu, upaya penyebaran Islam, sangat bertumpu pada peran para mubaligh dan para penyampai dakwah, baik melalui perdagangan, relasi dan interaksi dengan masyarakat setempat atau bahkan dengan menjalin kekerabaran melalui perkawinan dengan masyarakat setempat.

Pilihan media untuk menyampaikan pesan dakwah juga tidak monoton, tidak jarang seni menjadi salah satu andalan. Kedua dalam kesenian ini terdapat geleng, geleng ini mengandung makna yang mendalam, di mana secara pelan-pelan mengajak para hadirin untuk berzikir dan mengingat akan Allah yang maha pencipta baik sendirian maupun berkelompok.

b. Sebagai hiburan atau untuk mengumpulkan masyarakat, yaitu dengan sebagai media hiburan yang dapat memberikan kegembiraan bagi masyarakat.

c. Untuk mempererat tali silaturrahmi, yaitu dengan adanya pertunjukan Rapai Geleng ini masyarakat bisa berbondong-bondong datang untuk menyaksikan, sehingga bisa saling kenal dengan satu sama lainnya. Adapun nilai- nilai yang dipengaruhi dari ajaran Islam dalam tarian Rapai Geleng, terlihat dalam gerakan, syair maupun pakaian yang digunakan dalam setiap pementasan.

Gerakan Gerak adalah adalah salah satu bagian yang utama dalam suatu tari.Tari Rapai Geleng memiliki gerak yang khas diiringi dengan mu sik yang berasal dari tabuhan rapai oleh para penari. Beberapa pelatih Tari Rapai Geleng yang menciptakan berbagai kreasi gerakan dan syair untuk lebih memperindah setiap gerakan pada penarinya dan tentu saja tidak menyalahi ketentuan-ketentuan yang ada.

Gerakan yang paling umum dalam Rapai Geleng adalah duduk, gerak kepala, bertepuk tangan dan menepuk dada. Ritme gerak pada tari Rapai Geleng terdiri dari empat tingkatan yaitu lambat, sedang, cepat, dan diam.

Namun sederet syair yang dilantunkan kolosal oleh penari Rapai Geleng secara serempak seringkali menggebrak panggung, sambil kemudian mereka duduk bersimpuh, dan menabuh Rapai dengan ritme teratur. Pada dasarnya, ritme gerak pada Tari Rapai geleng hanya terdiri dalam empat tingkatan; lambat,

cepat, sangat cepat dan diam. 4 tingkatan gerak tersebut merupakan karakteristik masyarakat yang mendiami posisi paling ujung pulau Sumatera, berisikan pesan-pesan pola perlawanan terhadap segala bentuk penyerangan pada eksistensi kehidupan agama, politik, sosial dan budaya mereka.

Pada gerakan lambat, ritme gerakan Tarian Rapai Geleng tersebut memberi pesan bahwa semua tindakan yang diambil mesti diawali dengan proses pemikiran yang matang, penyamaan persepsi dan kesadaran terhadap persoalan yang akan timbul di depan sebagai akibat dari keputusan yang diambil merupakan sesuatu yang arus dipertimbangkan dengan seksama.

Kata maaf dan permakluman terhadap sebuah kesalahan adalah sesuatu yang mesti di berikan bagi siapa saja yang melakukan kesalahan. Pesan dari gerak beritme lambat itu juga biasanya diiringi dengan syair-syair tertentu yang dianalogikan dalam bentuk-bentuk tertentu. Salah satunya seperti yang tergambar dari kutipan syair sbb;

Meunyoe ka hana reseki Yang bak bibi rot u lua Bek susah sare bek sedeh hate Ta pike laen ta mita.

dalam syair di atas, merupakan simbol dari keberuntungan. Bagi masyarakat Aceh, orang yang melakukan perbuatan baik kepada mereka dimaknakan sebagai sebuah keberuntungan.

Makna sebaliknya, ketika orang melakukan perbuatan jahat, maka masyarakat Aceh mengartikan ketidakberuntungan nasib mereka, dan ketidakberuntungan itu merupakan pemberian maaf atau memaafkan Gerakan dengan ritme cepat adalah gerak kedua.

sesaat pesan yang terkandung dalam gerakan beritme lambat namun sarat makna usai dituturkan. Pada gerakan ini, pesan yang disampaikan adalah pesan penyikapan ketika perbuatan jahat, yang dimaknakan sebagai ketidak beruntungan nasib. Penyikapan tersebut bisa dilakukan dalam bentuk apapun, Seperti bunyi syair di bawah. 

Ie laot sa Ilak ombak meualon Kapai die k troen meulumba-lumba Hai bacut teuk salah bukon salah lon Salah mula phoen awai bak gata.

Gerakan beritme cepat ini tak lama. Tetabuhan Rapai pada gerakan beritme sangat cepat inipun seakan menjadi pesan yang mewajibkan perlawanan dalam bentuk apapun. Sajak “perang” yang dilantunkan menjadi syair dalam gerakan beritme cepat pada Tarian Rapai Geleng ini dapat menjadi contoh sederetan syair- syair yang dijadikan sebagai pesan yang mengandung nasehat kepada sianak untuk berperang di jalan Allah.

Pada titiknya, tiba-tiba semua gerakan tadi berhenti seketika, termasuk seluruh nyanyian syair sarat makna. Semua menjadi bisu, hening dan diam. Ini merupakan gerakan akhir dari tarian. Gerakan diam merupakan gerakan yang melambangkan ketegasan, habisnya semua proses interaksi. Bagi orang Aceh, gerak diam adalah gerak perlawanan abadi, di sana tak adalagi musuh, di sana tak ada lagi teman. Begitu kuatnya makna yang terkandung dalam Tarian Aceh ini.

Namun sayang, ketika tari tradisional Aceh dikembangkan lebih jauh, banyak pakem dasar yang dilupakan atau ditinggalkan oleh para koregrafernya. Tari tradisi Aceh pun berubah menjadi tari kreasi baru, dengan pulasan keAcehan ala kadarnya. Hanya demi “kepentingan” dan ambisi palsu koreografer tanpa terlebih dahulu mengetahui latar belakang atau filosofi yang terkandung di dalamnya.

Permainan gerak anggota badan dari pinggang ke atas dalam tempo yang demikian tepat penuh keperkasaan, dinamis dan heroik, karena dalam Rapai Geleng ini juga ada pesan mengisahkan tentang perlawanan. 

Tari ini terdiri dari tiga babak, yaitu Saleum (salam) yaitu gerak permulaan, Kisah yang menceritakan tentang kisah- kisah baik kisah Rasul, Nabi, Raja, dan ajaran agama, dan Lanie (penutup) atau disebut juga dengan gerak ekxtra.

Pada bagian ini, peranan Tari ini sebagai sarana informasi menyampaikan pesan-pesan keagamaan, pembangunan dalam berbagai macam irama lagu. Pada tahapan ini, kecenderungan irama lagu/ syair yang dibawakan lebih dominan dibanding dengan gerak.

$ads={2}Apabila irama yang dimaksudkan untuk menyindir lawan bertanding dilantunkan, maka dengan seketika dijawab oleh para tandingan dengan suara yang cepat dan keras. Syair-syair yang didendangkan oleh para aneuk syahi adalah ulangan syair yang dilantunkan oleh kelompok penari, sambil menabuh Rapai dan melakukan gerakan tari.

3. LANIE

Lanie adalah bagian terakhir dari urutan penampilan tari. Pada bagian ini yang disebut ekstra, gerak tari maupun irama lagu dan syair amat bervariasi.

Tarian yang dipertunjukkan tidak hanya pada tingkat duduk berbanjar, namun gerakannya lebih gesit dan lincah, dengan cara berdiri pada topangan lutut bahkan berjalan dengan gerakan Tari yang menggambarkan suatu kegiatan, seperti menumbuk padi.

gerak mendayung dan lain sebagainya, yang biasa disebut dengan likok top pade dan likok dayung. Setelah tiga susunan tari di atas selesai, maka dilanjutkan dengan tari atau gerak yang lain. Adapun gerak tari tersebut seperti diuraikan dibawah ini:

  • Likok Adat, yaitu penghormatan, penari berbanjar horizontal, posisi duduk dengan kaki terlipat kebelakang berat badan bertumpu pada lipatan kaki.
  • Likok Ayon, yaitu rakan Tari menjadi bagian dari babakan saluem.
  • Likok Kipas. Likok Kipas adalah ragam kipah.
  • Penari dalam posisi duduk diatas tumit atau berdiri dilutut memainkan Rapai seperti kipas atau membentuk kipas yang didukung oleh gerakan badan dan kepala.
  • Likok Sumbang, adalah ragam tari yang memperlihatkan gerak-gerak tidak searah, baik gerak tangan, kepala bahkan posisi penari, karenanya dikatakan sumbang.
  • Likok Geulumbang, adalah ragam tari yang memperlihatkan gerak seperti gelombang naik turun bergantian, antara nomor genap dan nomor ganjil.
  • Likok Wing, yaitu ragam tari yang memperlihatkan perputaran posisi penari maupun perputaran Rapai dari seorang kepada penari berikutnya.
  • Pola likok inipun diawali posisi banjar.
  • Likok Top Pade, adalah ragam tari yang memperlihatkan menumbuk padi.
  • Penari berperan sebagai jeungki seabagai alu dan peunampi padi.
  • Likok Reung, adalah ragam tari yang memperlihatkan gerakan penari. Gerakan ini dilakukan dengan duduk pada tumit, arah tubuh menghadap kedepan dalam posisi deret.
  • Likok dada limpeun, adalah ragam tari yang memperlihatkan penari masih duduk pada tumit arah hadap kedepan.

Hal ini terkadang tergantung pada inovasi dari seorang pelatih. Namun demikian walaupun dalam beberapa hal ada inovasi dan modifikasi dari kreasi-kreasi baru, namun secara umum modifikasi tersebut tidak lari dari akarnya yang identik dengan syair-syair agama dan gerak-gerak yang heroic. 

Tari Rapai Geleng sama halnya dengan kesenian tradisional lainnya, seperti kesenian seudati, pada bagian pertengahan dari pertunjukan ada bagian extra biasanya diisi dengan kisah dengan irama yang beragam. Gerak dan irama tari lebih banyak diantar oleh musik vocal yaitu nyanyian pantun, kisah-kisah,serta bunyi-bunyian dari Rapai tersebut. 

Post a Comment

Previous Post Next Post